Jumat, 24 Desember 2010

Seloka


Seloka ialah semacam pantun empat seuntai, tetapi berirama seperti syair, yaitu a-a-a-a atau bersajak silang.
Contoh:
Ada seekor burung pelatuk
Cari makan di kayu buruk
Tuan umpama ayam pungguk
Segan mencakar rajin mematuk

Gurindam


Gurindam ialah puisi lama yang berbentuk puisi dua seuntai, bersajak terus, yakni a-a. Dalam gurindam, baris pertama adalah syaratnya, sedangkan baris ked ua adalah jawabannya.                                                                              
Gurindam yang paling terkenal dalam kesusastraan In donesia adalah “Gurindam Dua Belas”, karya Raja Ali Haji.
Contoh:
Gurindam Dua Belas Pasal 3
Apabila terpelihara mata
Sedikitlah cipta
Apabila terpelihara kuping
Kabar yang jahat tiadalah damping
Apabila terpelihara lidah
Niscaya dapat dari pada-Nya faedah
Bersungguh-sungguh engkau memelihara tangan
Daripada segala berat dan ringan
Apabila perut terlalu penuh
Keluarlah fiil yang tiada senonoh
Anggota tengah hendaklah ingat
Disitulah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah pelihara kaki
Daripada berjalan yang membawa rugi

Syair

Dari segi bahasa kata “syair” berasal dari bahasa Ar ab “syu’ur” yang berarti perasaan. Ada pula ya ng me ngatakan kata “syair” berasal dari kata “syi’r” yang berarti sajak. 

Ciri-ciri syair:

a.     Tiap bait terdiri dari 4 baris
b.     Tiap baris terdiri atas 8 sampai 10 suku kata
c.     Tidak memiliki sampiran dan isi, semua merupakan isi
d.     Berirama akhir a-a-a-a
Contoh Syair:
Diriku lemah anggotaku layu
Rasakan cinta bertalu-talu
Kalau begini datangnya selalu
Tentulah kakanda berpulang dahulu

Mantra


Mantra adalah sejenis puisi lama yang diyakini mempu nyai daya kegaiban atau kesaktian.
Contoh:
Hai, si gempar alam
Gegap gempita
Jarum besi akan romaku
Ular berbisa akan janggutku
Buaya akan tongkat mulutku
Buaya akan tongkat mulutku
Harimau menderam di pengriku
Gajah mendering bunyi suaraku
Suaraku seperti bunyi halilintar
……………………………………..
(Puisi mantra diatas digunakan untuk membangkit kan keberani an untuk melawan harimau)

Pantun


Pantun dari segi bahasa berarti ibarat, seperti, um pama atau laksana. Pantun merupakan puisi lama yang berasal dari asli Indonesia dan merupakan jenis pui si tertua.

Ciri-Ciri Pantun:
a.            Setiap bait terdiri atas 4 baris
b.            Baris pertama dan kedua berupa sampiran
c.            Baris ketiga dan keempat berupa isi
d.            Pantun bersajak a-b-a-b
e.            Setiap baris pantun terdiri atas 8 – 12 suku kata

Macam-Macam Pantun
Menurut Bentuknya:
Menurut bentuknya, pantun dibedakan menjadi:
a.            Pantun Karmina (pantun Kilat)
Ialah pantun yang tiap-tiap baitnya terdiri dari dua baris dan bersajak terus, yaitu a-a. Dalam pan tun karmina baris pertama merupakan sampiran, ba ris kedua berupa isi.
Contoh :
Ada ubi ada talasnya
Ada budi ada balasnya
Sudah gerahu cendana pula
Sudah tahu bertanya pula
Sebab pulut santan binasa
Sebab mulut badan binasa

b.            Pantun Empat Seuntai
Ialah pantun yang tiap-tiap baitnya terdiri dari 4 baris.
Contoh :
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

c.            Pantun Talibun
Ialah pantun yang tiap-tiap bait terdiri dari 6, 8, 10, 12 baris dan sajaknya bersilang, yaitu (a b c a b c), (a b c d a b c d), (a b c d e a b c d e), (a b c d f a b c d f).
Contoh :
Baru diikat bunga tanjung
Dikembangkan orang atas tumpian
Digulung dengan kain sutra
Baru melihat adik kandung
Hilang nyawa semangat badan
Berguncang iman dalam dada

d.            Pantun Rantai (Pantun Berkait)
Ialah pantun 4 seuntai yang baris kedua dan keem pat dalam suatu bait menjadi baris spertama dan ke tiga dalam bait berikutnya, dan begitu seterusnya.
Contoh:
(1) Tanam melati di rumah-rumah
Ubur-ubur sampiran dua
Kalau mati kita berdua
Satu kubur kita berdua
Ubur-ubur sampiran dua
Tanam melati bersusun tangkai
Satu kubur kita bersama
Kalau boleh bersusun bangkai
(2) Buah ara batang dibantun
Mari dibantun dengan parang
Hai saudara dengarlah pantun
Pantun tidak mengata orang
Mari dibantun dengan parang
Berangan besar di dalam padi
Pantun tidak mengata orang
         Janganlah syak di dalam hati

Macam-Macam Pantun
Menurut Isinya:
Menurut isinya, pantun dibedakan menjadi :
a.            Pantun Anak-Anak
Pantun anak-anak dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)   Pantun Bersuka cita
Contoh:
Lina gemuk membuka kedai
Menjual ember dengan pasu
Bertepuk adikku pandai
Boleh diupah dengan air susu

2)   Pantun Berduka Cita
Contoh:
Lurus jalan ke payahkumbu
Kayu jati bertimbal jalan
Dimana hati tidakkah risau
Ibu mati bapak berjalan

b.            Pantun Orang Muda
Pantun orang muda dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)   Pantun Dagang (Nasib)
Contoh:
Tidak salah bunga lembayung
Salahnya pandan menderita
Tidak salah bunda mengandung
Salahnya badan buruk pinta
2)   Pantun Jenaka
Contoh:
Pohon manggis pohon embancang
Ketiga dengan pohon lulita
Duduk menangis abang pincang
Katanya jalan tidak rata
Liamu purut di tepi rawa
Buah dilanting belum masak
Sakit perut sebab tertawa
Melihat kucing duduk berbedak

c.            Pantun Muda, terdiri dari:
1)   Pantun perkenalan
Contoh:
Burung merpati burung kayangan
Melayang terbang atas angkasa
Bunga melati dalam jambangan
Bolehkah kumbang hinggap di sana

2)   Pantun berkasih-kasihan
Contoh:
Bunga melur cempaka biru
Bunga rampai di dalam puan
Tujuh malam semalam rindu
Belum sampai padamu tuan

3)   Pantun Perceraian
pantun perceraian
  Contoh:
Malam ini merendang jagung
Malam esok merendang jelai
Malam ini kita berkampung
Malam esok kita bercerai

4)   Pantun Beribah Hati
Contoh:
Anak orang ditanjung sari
Duduk bersandar di pantai
Tidak sangka akan begini
Pisah dikandung makan hati
d.Pantun Orang Tua
Pantun ini dibedakan menjadi:
1) pantun nasehat
Contoh:
Pisang emas bawa berlayar
Masak sebiji di atas peti
Utang emas boleh dibayar
Utang budi dibawa mati

2) pantun adat
Contoh:
Rama-rama si kumbang jati
Khatib Endah pulang berkuda
Patah hilang tumbuh berganti
Pusaka tinggal begitu juga

3) pantun agama
Contoh:
Kemumu di dalam semak
Jatuh melayang selaranya
Meski ilmu setinggi tegak
Tidak sembanhyang apa gunanya

Wiracarita


Wiracarita adalah cerita yang mengisahkan tentang ke pahlawanan suatu bangsa.

Cerita Berbingkai

Cerita berbingkai adalah sebuah cerita yang didalam nya terdapat cerita lagi.
Contoh: kisah 1001 malam, Hikayat Bayan Budiman

Tambo


Tambo adalah cerita tentang asal-usul kaum bangsawan atau raja-raja yang dihiasi dengan kejadian-kejadian menarik dalam istana.

Cerita Pelipur Lara


Cerita pelipur lara adalah prosa lama yang mengisah kan tentang kehebatan seorang kesatria yang fantas tik. Biasanya digambarkan bahwa kesatrai itu selalu tampil gagah berani dan tampan, di temani oleh pu tri-putri cantik dan baik hati.

Dongeng

Dongeng adalah cerita rakyat yang disampaikan secara lisan atau dari mulut ke mulut. Cerita dalam dongeng tidak benar-benar, ceritanya dibuat-buat, bersifat hayalan, lucu dan ajaib. Tujuannya adalah untuk meng hibur. Isinya banyak mengandung nasehat.


Macam - Macam Dongeng
1. Fabel
Fabel yaitu dongeng tentang kehidupan hewan. Dongeng ini banyak memberikan pelajaran kepada anak-anak.
Contoh: dongeng tentang Si Kancil, dongeng tentang Pelanduk Jenaka, dongeng tentang Kuda Bertanduk, dan sebagainya.

2. Legenda

Legenda yaitu dongeng tentang asal-usul kejadian su atu tempat. Setengah dari legenda ada yang berbentuk sejarah.
Contoh: dongeng Kota Banyuwangi, dongeng Si Malin Kundang, dongeng Gunung Tangkuban Perahu

3. Sage
Sage adalah dongeng tentang kepahlawanan di kalangan masyarakat daerah tertentu.
Contoh: dongeng tentang Damarwulan, dongeng tentang Ciung Wanara, dongeng tentang Lutung Kasarung
 
4. Mite
Mite adalah dongeng yang berhubungan dengan keperca yaan masayarakat yang berkaitan dengan roh-roh, makh luk halus dan kepercayaan animisme.
Contoh: gongeng tentang Nyi Lara Kidul, dongeng ten tang Dewi Sri, dongeng tentang Nyi Ageng Selo

5. Hikayat
Hikayat adalah cerita hayal tentang kehidupan raja-raja, para menteri dan hulubalang yang diliputi deng an cerita-cerita tentang kesaktian dan keanehan mere ka.
Contoh: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Indra Bangsa wan, Hikayat Panji Semirang
 

Sastra Lama

Sastra lama adalah sastra Melayu tertua yang ben tuknya masih berupa lisan. Baru pada saat agama Islam mas uk abad ke 13, mulai terdapat sastra lama dalam bentuk tu lisan.

Sastra lama dalam bentuk prosa dibedakan menjadi beberapa macam:

Sastra lama dalam bentuk puisi dibedakan menjadi beberapa macam:

Ciri-ciri Sastra Lama
1. Istanasentris
2. Statis
3. Syarat dengan nilai-nilai tradisi
4. Klise
5. Anonim
6. Disampaikan secara lisan 
7. Pralogis
8. Happy anding
9. Terikat

Pengertian Sastra

Sastra adalah sebuah karangan yang lebih menguta makan keindahan kata-kata dan kepadatan makna. Ciri-ciri karangan sastra adalah (1) Bahasanya terpelihara dengan baik, (2) Isinya menggambarkan tentang kebenaran dalam ke hidupan manusia, (3) Cara penyajiannya sangat menarik hi ngga terkesan di hati para pembaca.
Seseorang yang pandai dalam bidang sastra dan ba nyak menciptakan karangan sastra disebut sastrawan. Mac am-macam sastrawan pun banyak. Seorang sastrawan yang ba nyak menghasilkan karangan puisi disebut penyair. Seorang sastrawan yang banyak menghasilkan karangan dalam bentuk cerpen disebut cerpenis. Begitu juga sastrawan yang bany ak menghasilkan karangan novel disebut novelis.

 MACAM - MACAM SASTRA
Dilihat dari sudut pandang periodenya, sastra di golongkan menjadi dua macam, yaitu sastra lama dan sastra modern.

Selasa, 21 Desember 2010

Sabar Kunci Sukses Dalam Kehidupan

Menurut Al Ghazali, sabar adalah keharusan mena han diri dari syahwat dan berusaha terlepas dari penga ruhnya. Dari pengertian ini maka inti dari sabar adalah kerelaan menahan ajakan-ajakan nafsu yang cenderung unt uk tidak menerima segala sesuatu dengan sikap rela hati. Dari sinilah, sabar juga sering diartikan dengan rela me nerima segala cobaan dan penderitaan.
Sabar sering kali dihadapkan pada sesuatu yang te rasa menyakitkan di hati. Karena itulah sifat ini selalu ditengarahi sebagai obat penyembuh bagi seseorang yang merasakan kegelisahan, kemelaratan dan kesedihan. Adanya perintah sabar sesungguhnya dilatarbelakangi oleh sifat manusia yang cenderung menyikapi suatu musibah sebagai malapetaka yang tidak pernah sekalipun mereka meyakini bahwa musibah sebenarnya adalah sebentuk “perhatian” Al lah kepada kepadanya. Sikap demikian sebenarnya ingin di luruskan dengan sifat sabar, sehingga pada akhirnya manu sia dapat menyadari bahwa semua musibah, malapetaka, co baan dan sebagainya adalah merupakan rasa cinta-Nya kepa da manusia. Kalaupun itu siksa, berarti Tuhan telah me ngingatkan kepada manusia supaya mereka menjadi sadar. Dan bukankah hal ini berarti Tuhan memperhatikan sekali gus mencintai manusia?
Satu hal yang mesti disadari bahwa Allah mencin tai orang-orang yang sabar. Ya, Allah akan selalu berada dengan orang-orang yang sabar. Begitu cintanya Allah kepa da mereka, sampai-sampai kelak di hari kemudian Allah me nyiapkan sebuah tempat yang penuh dengan kenikmatan ber nama surga untuk mereka.
Nabi bersabda:
مَنْ اَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِ فَشَكَرَ وَابْتَلاَهُ فَصَبَرَ وَاَسَاءَ فَاسْتَغْفَرَ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ اَيِّ بَابٍ شَاءَ
“Barangsiapa yang dikaruniai nikmat oleh Allah lalu bersyukur, diuji oleh Allah lalu sabar, dan berbuat dosa lalu mohon maaf, maka ia akan masuk surga dari pin tu mana saja yang ia suka.”
 Sesungguhnya sabar adalah sebuah perintah yang diserukan oleh Allah kepada manusia. Dengan sabar diharap kan manusia bisa menjalani hidup dengan baik dan tabah se suai dengan jalan Allah. Namun begitu nyatanya banyak ma nusia yang kurang sabar dalam menyikapi berbagai peroalan hidup ini. Dan memang demikian, sabar adalah sebuah ungka pan kata yang sangat mudah dilafalkan, tetapi teramat su sah untuk dilakukan. Dalam Al Qur’an Allah menyerukan ten tang kesabaran sekaligus memberitahukan bahwa tidak semua orang bisa bersabar kecuali orang-orang tertentu saja, yakni orang yang khusyu’. Ini menunjukkan bahwa kesabaran memang berat. Namun begitu kita harus melakukan perintah sabar ini, sebab hanya dengan sabar kita bisa menjalani hidup dengan baik, di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.
Lebih dari itu, sabar sesungguhnya adalah penyela mat. Sabar adalah sebuah tameng yang bisa membentengi di ri manusia dari segala macam godaan yang ada. Dengan sa bar seseorang akan selamat dari hal-hal yang dilarang Al lah jika ia terpuruk dalam sebuah takdir yang kurang ba ik. Begitu pula sabar juga akan menyelamatkan seseorang dari tindakan maksiat jika ia berada dalam gemerlap dunia yang dimiliki.

Memahami Eksistensi Rizqi Menurut Qur'an & Hadist


A.        Konsep Al Qur’an Tentang Rezeki

Ada beberapa ayat Al Qur’an yang secara jelas mem bicarakan masalah rezeki, untuk menyebutkan beberapa dian taranya adalah yang terdapat dalam surat Ar Rum ayat 40, dimana dalam ayat ini Allah secara tegas menyatakan:
"Allah yang menciptakan kamu, kemudian Allah-lah yang memberi rezeki kepadamu" (QS.Ar Rum: 40)
Dalam ayat lain juga disebutkan:
"Atau, siapa lagi yang akan memberi rezeki ke padamu jika Allah menahan rezeki-Nya?" (QS. Al Mulk:21)
Juga, dalam surat Hud, Allah secara eksplisit men yatakan kepada siapa rezeki itu akan Dia berikan:
"Dan tidak ada satu dabbah (binatang melata pun) di bumi ini kecuali Allah-lah yang menja min rezekinya" (QS. Hud:6)
Tiga ayat diatas secara jelas menginformasikan ba hwa Allah akan menjamin rezeki kepada seluruh makhluk-Nya; Dia-lah yang menciptakan seluruh makhluk di jagad ra ya ini dengan tanpa mebiarkan mereka mati kelaparan. All ah menciptakan makhluk segaligus menyediakan rezeki mere ka. Pendek kata, ketika Allah menciptakan makhluk, maka ketika itu pula Allah menyediakan jatah rezeki kepada me reka!
Berpijak dari ayat diatas, ditambah dengan penaf siran yang kurang mendalam dari ayat-ayat itu, maka ada satu persepsi dari banyak orang yang barang kali masih pe rlu diluruskan tentang pandangan mereka terhadap masalah rezeki. Diakui atau tidak bahwa kita sering memahami ay at-ayat Al Qur’an secara mentah-mentah, termasuk pada ay at-ayat yang berbicara tentang rezeki. Kita sering langsu ng menyimpulkan bahwa Allah pasti akan memberi rezeki ke pada manusia; setiap manusia yang masih punya nyawa, saat itulah Allah pasti akan memberi rezeki-Nya. Kesimpulan ini secara berlahan akan memunculkan satu persepsi yang jauh lagi yakni bahwa masalah rezeki sudah ada jatah nya sendiri-sendiri; rezeki adalah sebuah takdir Tuhan ya ng sama sekali manusia tak berdaya untuk mengubahnya. Ba gaimanapun maksimalnya upaya manusia ketika kerja, namun kalau takdir "jatah rezeki" nya hanya pas-pasan, maka ia tak akan memperoleh bagian rezeki lebih dari yang sudah dijatah tadi. Demikian sebaliknya, jika Tuhan memberikan "jatah rezeki"-Nya dengan jumlah yang banyak kepada sese orang, maka jangankan dia mau bekerja keras, seandainya tidak kerja pun jatah rezeki itu masih tetap akan jatuh ke tangannya, bukan jatuh ke tangan orang lain. Benarkah pemahaman yang seperti itu?
Diakui atau tidak bahwa ketika memahami ayat-ayat yang membicarakan tentang masalah rezeki kita jarang se kali mengajukan satu pertanyaan, "Bagaimana cara Allah me mberi rezeki kepada makhluk-Nya, termasuk kepada manus ia?. Apakah dengan cara langsung diturunkan dari langit, melalui proses pencarian, atau bagaimana?"
Persepsi yang akan muncul tentang rezeki jika per tanyaan diatas tidak diajukan adalah bahwa Allah akan me mberikan rezeki-Nya kepada manusia dengan "tanpa apa" dan tidak melalui cara "yang bagaimana". Allah Maha Kuasa. Dia-lah pemilik jagad raya ini beserta semua isinya. All ah akan memberikan rezeki kepada siapa saja yang Dia keh endaki, juga bisa saja menahan pemberian rezeki-Nya terha dap siapa saja yang dikehendaki pula. Jadi semuanya ada lah terserah Allah!
Sadar atau tidak bahwa persepsi demikian akan mel ahirkan sikap pesimistis. Orang-orang yang punya keyaki nan seperti itu pasti memiliki sifat tawakkal yang keli ru. Mereka biasanya tidak punya motivasi untuk bekerja ke ras. Etos kerja mereka rendah. Kemungkinan besar  me reka punya pandangan bahwa bekerja hanya menyia-nyiakan waktu dan atau bahkan bisa memalingkan diri dari menging at Allah. Ah, mungkin orang-orang seperti itu lupa bahwa bekerja, dalam pandangan Islam dianggap sebagai ibadah!
Sekarang, untuk menghindari salah persepsi tenta ng konsep rezeki yang dinyatakan Al Qur’an, marilah kita kaji kembali ayat keenam dari surat Hud:
"Dan tidak ada satu dabbah (binatang melata pun) di bumi ini kecuali Allah-lah yang menja min rezekinya" (QS. Hud:6)
M. Quraish Shihab menyatakan bahwa lafad "dabbah" secara terminologi sesungguhnya mempunyai arti "yang ber gerak". Dengan demikian ayat tersebut mengandung makna ba hwa "Allah akan memberi dan menjamin rezeki kepada semua makhluk-Nya yang (mau) bergerak, dan bukan terhadap makh luk yang hanya diam". Bergerak yang dimaksud dalam ayat diatas  adalah "yang mau berupaya", "yang mau mencari" dan "yang mau bekerja". Allah akan memberikan ja tah rezeki-Nya kepada orang-orang yang mau berupaya untuk mencari jatah yang sudah Dia berikan. Siapapun yang tidak punya upaya mencari, maka jatah rezeki itupun tak akan ia temukan. Hewan, misalnya jika hanya berdiam diri tak mau bergerak dan enggan mencari makanan, maka bisa saja hewan itu mati kelaparan. Begitu pula dengan manusia, jika me reka tak mau berupaya mengais rezeki dan mencarinya di bu mi ini, maka jangan diharap dia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jelaslah bahwa Allah tidak dengan serta-merta men jatah rezeki kepada seluruh manusia dengan tanpa melalui sebab apa-apa. Allah memberikan karunia rezeki melalui sa tu cara dalam bentuk upaya, yakni kerja. Ini artinya bah wa Allah memang telah memberi jatah rezeki kepada semua makhluk, sementara makhluk itu sendiri yang punya tanggu ngan untuk mencarinya. Allah menyedikan rezeki sementara makhluk yang kebagian mencari dimana rezeki tersebut. Da ri kenyataan ini maka upaya mencari rezeki dalam bentuk bekerja adalah satu keharusan. Bekerja adalah satu kewaji ban yang harus dilakukan. Mengapa demikian? Sebab hanya kerja mengais rezeki itulah satu-satunya cara bagi manus ia untuk bisa menemukan rezeki yang Allah berikan.
Al Qur’an sendiri memberikan sebuah keterangan da lam bentuk contoh betapa rezeki itu harus "dicari" dan bu kan "ditunggu" kedatangannya. Dari seluruh kisah-kisah ya ng ditampilkan --sehubungan dengan masalah ini— Al Qur’an hanya mengisahkan dua contoh kasus bahwa ada rezeki itu yang langsung didatangkan Allah dari langit tanpa ada pro ses pencarian, yakni dalam kisah nabi Isa yang berdo’a mi nta diturunkan hidangan dari langit dan Allah pun menga bulkannya (lihat dalam surat Al Ma’idah ayat 114 s/d 115) dan pada kisah Maryam yang diceritakan dalam surat Al Im ran ayat 37, setiap kali Maryam bertaqarrub kepada Allah di dalam mihrabnya selalu ditemukan sebuah hidangan maka nan. Keajaiban ini disaksikan sendiri oleh Zakariyah, se orang nabi yang juga pengasuh Maryam. Zakariyah sendiri semula merasa heran. Dari manakah hidangan itu padahal dia tak merasa menyiapkannya juga Maryam sendiri tak pern ah terlihat membuatnya?.
"Hai Maryam, dari manakah kamu peroleh hidangan itu?", tanya zakariyah suatu saat.
"Hidangan ini dari Allah. Sesungguhnya Dia membe ri rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa ha rus melalui perhitungan!", jawab Maryam.
Dua contoh yang diketengahkan Al Qur’an sebagaima na diatas sebenarnya tidak bisa digunakan sebagai hujjah dan argumentasi bahwa untuk memperoleh rezeki manusia tak harus mencarinya lewat bekerja. Atau, tidak dibenarkan pu la bahwa untuk mendapatkan rezeki manusia cukup duduk ber dzikir dan bertaqarrub sepanjang hari. Dua contoh diatas sesungguhnya adalah merupakan mu’jizat yang hanya dibe rikan oleh Allah kepada para nabi, tidak kepada yang la in. Adanya mu’jizat itu sendiri pun ada tujuan khususnya, yakni untuk memperkuat kenabian seorang rasul. Dengan de mikian keajaiban mu’jizat tak akan pernah bisa dilakukan dan dimiliki oleh seseorang yang bukan nabi. Dengan kata lain, hal yang bisa dilakukan nabi Isa dengan hanya memo hon kepada Allah lalu langsung turun sebuah hidangan tak akan pernah bisa terjadi lagi sekarang, apalagi itu dila kukan oleh orang yang bukan Isa.
Memang ada keajaiban yang "mirip" dengan adanya mu’jizat yang diberikan Allah kepada sebagian hamba-Nya yang bukan seorang nabi, yakni yang biasa disebut karam ah. Itu artinya bisa saja hal yang hampir sama (bukan sa ma) bisa terjadi seperti adanya mu’jizat. Namun harus di pahami bahwa adanya karamah sendiri itupun punya tujuan khusus sebagaimana adanya mu’jizat, yakni sebagai bukti akan tanda-tanda kebesaran Tuhan. Tujuan ini hanya diber lakukan oleh Allah secara khusus bukan secara umum. Itu artinya, kalau ada seseorang yang diberi karamah bisa men datangkan rezeki tanpa melalui kerja itu hanya berlaku pa da orang-orang tertentu bukan diberlakukan secara umum. Tujuannya jelas, yakni menunjukkan bahwa Allah maha kuasa atas segala-galanya. Tujuan adanya karamah seperti itu sa ma sekali bukan dimaksudkan untuk memberi contoh bahwa ji ka manusia ingin memperoleh rezeki yang banyak, cukup ba gi mereka berdzikir dan bertaqarrub sepanjang hari tanpa harus repot-repot kerja.
Alasan lain mengapa manusia harus mencari rezeki dan bukan menunggu datangnya pemberian Tuhan dari langit adalah adanya kenyataan bahwa hampir seluruh tanaman dan binatang yang diciptakan Allah sebagai bahan makanan manu sia dikemas dalam bentuk bahan yang masih mentah dan per lu diolah lagi untuk bisa dikonsumsi. Bahkan lebih jauh dari itu, untuk bisa mengkonsumsi makanan, misalnya manu sia masih harus repot menanam padi, merawatnya, memanen nya, menggilingnya, memasaknya, baru bisa memakannya. Apa arti semuanya itu? Mengapa Allah tidak menjadikan nasi, makanan pokok manusia dalam bentuk yang sudah jadi hingga manusia bisa langsung bisa memakannya. Mengapa Allah men jadikan nasi baru bisa dimakan setelah melalui proses ya ng begitu panjang? Jawabannya sudah jelas bahwa Allah tak mau menjadikan sesuatu yang dibutuhkan manusia itu dalam bentuk jadi hingga manusia dengan mudah memperolehnya. Bu kannya Allah tak sayang pada manusia. Namun hal demikian lebih dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada manusia bahwa untuk mendapatkan sesuatu, tak terkecuali mendapat kan rezeki manusia harus berupaya bukan dengan diam saja.
Pendek kata, Allah memang menjatah rezeki kepada manusia, namun Allah tak serta merta memberiakn rezeki te rsebut langsung dari langit. Manusia harus berupaya menca ri rezeki tersebut dan bukan menunggu kedatangannya. Dari sini manusia harus bekerja. Lebih jauh dari itu Islam sen diri ternyata menganggap bahwa kerja adalah ibadah. Jadi, tak diragukan lagi jika manusia ingin mendapatkan rezeki yang melimpah maka wajib baginya bekerja!

B.      Bersyukurlah Rezekimu Akan Ditambah

Kalau dalam tiga ayat sebagaimana disebutkan diat as, Allah dengan tegas menyatakan bahwa Dia akan menjamin rezeki kepada semua makhluk yang Dia ciptakan, maka pada ayat berikut dengan jelas Allah berjanji akan menambahkan rezeki-Nya kepada manusia:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika ka mu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih" (QS. Ibrahim: 7)
Ayat diatas memberikan satu kejelasan bahwa Allah akan menambahkan rezeki-Nya kepada manusia yang mau ber syukur. Ini adalah sebuah janji, dan Tuhan tak akan pern ah mengingkari apa yang Dia janjikan sendiri. Jadi jelas, jika manusia mau bersyukur maka dengan itu manusia akan memperoleh nikmat yang lebih. Ini bisa diartikan pula bah wa ketika manusia mau bersyukur terhadap nikmat rezeki ya ng sudah diberikan Allah, maka saat itulah dia akan mem peroleh nikmat rezeki yang lebih dari apa yang sudah dan yang seharusnya akan dia terima. Pendek kata dengan syuk ur manusia akan memperoleh rezeki yang lebih dari jatah yang sudah ditetapkan!
Sekali lagi ini adalah sumpah Tuhan kepada manu sia. Dan dengan sumpah itu pula seakan-akan Tuhan ingin menunjukkan sebuah rahasia bahwa diantara sekian kunci mi steri yang bisa membuka pintu rezeki adalah dengan bersyu kur. Ini artinya jika manusia ingin mendapatkan limpahan rezeki yang berlipat ganda ataupun ingin menjadi cepat ka ya, maka kuncinya hanya terletak pada sifat syukur terse but. Semudah itukah? Ya, betul semudah itu!
Syukur memang mudah diucapkan namun teramat sulit untuk dilakukan. Apalagi syukur adalah sebuah sifat yang kaitannya dengan pekerjaan hati, maka sifat ini hanya bi sa dirasakan dalam kalbu. Kalaupun sifat tersebut nampak dalam tindakan, itu hanya sebagian kecil dari indikasi sy ukur. Inipun tidak bisa menjadi ukuran, sebab tindakan bi sa saja dibuat dusta oleh pelakunya.
Sebagai satu sifat yang teramat sulit untuk dila kukan, terkadang seseorang salah dalam mengamalkan sifat syukur ini. Ada sebagian, atau bahkan banyak orang yang terkadang berkata pada dirinya sendiri, "Saya sudah ber syukur, namun mengapa Allah masih belum menambahkan ka runia rezeki?". Dalam posisi demikian sesungguhnya yang perlu dipertanyakan bukan janji Allah, namun yang perlu dikoreksi adalah sifat syukur itu sendiri. Sudah benarkah kita melakukan syukur? Apakah syukur yang kita jalani sud ah sesuai dengan syukur yang telah dikonsepkan oleh aga ma?
Lewat kisah nabi Sulaiman, Al Qur’an sesungguhnya telah memberikan sebuah contoh bagaimana cara bersyukur yang benar. Ketika nabi Sulaiman mendapatkan banyak karun ia dari Allah yang berupa banyaknya harta, tahta, sampai pada takluknya semua makhluk kepadanya, menerima itu se mua nabi Sulaiman mengatakan "Sungguh, ini adalah sebuah karunia dari Allah untuk menguji apakah aku termasuk ora ng yang bersyukur atau malah termasuk orang yang kufur te rhadap nikmat-Nya".
Sungguh, seperti itulah ucapan orang syukur yang sebenarnya. Ucapan tersebut bukan hanya sekedar keluar da ri mulut, namun lebih dari itu ia keluar dari dalam lubuk hati yang paling dalam. Sebagaimana yang diucapkannya sen diri, nabi Sulaiman sadar bahwa segala apa yang telah dia capai dalam hidup hanyalah merupakan karunia dari Allah, tak lebih dari itu. Dia sadar sepenuhnya bahwa kekayaan yang dia dapat dan kedudukan yang telah dia raih tiada ak an terwujud tanpa adanya pemberian Allah. Nabi Sulaiman sesungguhnya telah yakin dengan sepenuhnya bahwa harta benda dan tahta yang dia punya bukan lahir dari hasil ker ja kerasnya sendiri, melainkan semua itu atas dasar pembe rian Allah. Jika Allah tak kenan memberikan itu semua, tak akan pernah mungkin dia punya segala sesuatu seperti saat itu.
Syukur, sebagaimana yang diajarkan Al Qur’an lew at kisah nabi Sulaiman ternyata adalah sebuah mentalitas, sebuah penyikapan yang benar terhadap karunia Tuhan. Syu kur adalah sikap yang didasarkan pada keyakinan bahwa sem ua yang telah diperoleh di dunia ini hanyalah karena karu nia yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia, bukan karena hal-hal lain. Manusia baru bisa disebut syukur ji ka saat mendapatkan kesuksesan dalam hati dia berkata, "Semua ini sesungguhnya dari Allah, dan bukan karena kepa ndain yang aku miliki". Baru dikatakan syukur juga ketika seorang manusia mendapatkan rezeki yang melimpah dia meng anggap bahwa semua itu adalah dari karunia Tuhan bukan da ri hasil kerja kerasnya.
Teramat sulit memang punya sikap dan mental seper ti itu. Apalagi akal kita sering kali membenarkan bahwa apa yang selama ini kita peroleh adalah murni dari hasil kerja keras kita sendiri. Disinilah letak betapa sulitnya manusia bisa bersyukur kepada Allah. Kebanyakan manusia menganggap bahwa kekayaan yang didapat, kedudukan yang di raih dan rezeki banyak yang telah diperoleh adalah dari hasil kerja keras mereka sendiri. Dalam keadaan demikian, secara tidak sadar manusia sesungguhnya lupa kepada Dzat yang telah memberi rezeki. Manusia lupa akan kekuasaan Tu han bahkan telah meniadakan peranan-Nya. Pada saat manus ia menganggap bahwa apa yang telah dia dapat itu adalah hanya dari kemampuan diri mereka sendiri, maka pada saat itu sebenarnya mereka tidak mengkui bahwa Allah-lah yang berada dibalik kesuksesannya.
Memang secara rasional bisa dibenarkan kalau kita menganggap bahwa kesuksesan adalah berasal dari hasil ker ja keras yang didukung oleh kemampuan seseorang. Namun ka lau kita mau berfikir secara mendalam dengan melihat se bab-sebab yang lebih jauh lagi, pada titik akhir kita ak an menemukan satu kesimpulan bahwa semua apa yang dimili ki manusia sesungguhnya merupakan pemberian dan karunia dari Allah, termasuk kemampuan manusia bisa bekerja keras dan bisa memiliki kemampuan. Mengapa manusia bisa melaku kan kerja keras? Jawabnya, karena manusia punya tenaga dan kekuatan untuk itu. lantas dari mana manusia punya te naga dan kekuatan?. Tentu jawabannya adalah dari Allah. Seandainya Allah tidak memberikan kekuatan dan tenaga ke pada manusia, mana mungkin manusia bisa bekerja? Kalau se andainya Allah tidak memberikan pengetahuan kepada manu sia dari mana mereka bisa menggunakan akalnya untuk menga is rezeki.
Jadi sudah jelas sekarang bahwa semua yang telah diraih manusia lewat kerja keras, penyebab dan sumber uta manya sebenarnya berasal dari Allah. Dan berpijak dari si ni, maka yang dinamakan syukur yang benar adalah menyika pi kesuksesan dalam bentuk apapaun sebagai pemberian karu nia Allah, tak lebih dari itu. Manusia baru bisa dianggap bersyukur jika punya mentalitas seperti yang dipunyai na bi Sulaiman. Dan manusia baru bisa bersikap syukur jika mereka membuang jauh-jauh keangkuhan dan ego mereka yang selalu meyakini bahwa kesuksesan adalah dari hasil kerja keras yang mereka lakukan.
Karena syukur adalah sebuah mentalitas dari penyi kapan seorang manusia terhadap karunia Tuhan, maka syukur pasti akan nampak pada prilaku yang lebih nyata. Agama me netapkan bahwa diantara sekian tanda-tanda orang yang ber syukur adalah mereka yang menggunakan harta kekayaannya sesuai dengan ajaran Allah. Seseorng baru dikatakan bersy ukur jika harta benda yang dia punya dibelanjakan sesuai dengan yang diperintahkan agama; digunakan pada jalan keb aikan bukan pada jalan kemaksiatan.
Demikian arti syukur yang sesungguhnya. Jika seor ang manusia sudah melakukan rasa syukur ini dengan benar, maka yakinlah bahwa Allah pasti akan menambahkan karunia nya. Sebaliknya jika manusia tidak mau bersyukur tapi mal ah kufur terhadap nikmat, maka nantikanlah; suatu saat ad zab Allah pasti akan datang!
Muncul satu pertanyaan sekarang, dalam bentuk apa Allah memberikan tambahan karunia kepada orang-orang yang mau bersyukur?
Ada dua kemungkinan dalam hal ini. Pertama, Allah akan melebihkan tambahan karunia-Nya dalam bentuk materi. Dengan kata lain, ketika seseorang mau mensyukuri rezeki yang telah dia terima, maka pada saat itu Allah akan mena mbahkan kwantitas rezeki-Nya. Dalam posisi ini, dengan sy ukur seseorang akan mendapatkan rezeki yang lebih berlim pa ruah. Kedua, Allah akan melebihkan tambahan karunia-Nya secara non materi. Dalam hal ini bukan kwantitas re zeki yang tambahkan oleh Allah, namun pada kwalitasnya. Tambahan karunia yang diberikan oleh Allah bukan pada jum lahnya, namun pada sisi yang lain, yakni bertambahnya bar akah dalam rezeki yang sudah diterima. Dengan rezeki yang barakah ini, biarpun nilai jumlahnya tidak banyak, namun semua kebutuhan keluarga bisa tercukupi tanpa adanya keku rangan. Rezeki seperti inilah yang disebut sebagai rezeki yang barakah.
C.     Taqwa Mendatangkan Rezeki yang Tak Terduga

Dalam salah satu ayat Allah berjanji kepada manus ia sebagai berikut:
"Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah nis caya Dia akan memberinya jalan keluar dan ak an memberinya rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka sebelumnya" (QS. Ath Thalaq: 2-3)
Ada sesutu yang terkadang tak dapat dimengerti te ntang rezeki. Makanya banyak orang yang menyebut masalah rezeki adalah sebuah misteri Ilahi. Sejauh manakah kemist eriusan rezeki?
Lewat ayat diatas Allah bersumpah akan memberikan jalan keluar bagi setiap kesulitan --termasuk kesulitan masalah rezeki-- kepada orang-orang yang bertaqwa, sekali gus akan memberikan rezeki-Nya kepada mereka lewat jalan yang sebelumnya tak pernah mereka duga. Disinilah letak betapa masalah rezeki itu terkadang tak masuk akal.
Dilihat dari realitas yang ada mungkin dapat dika takan bahwa ada dua pertimbangan yang bisa digunakan unt uk mengetahui bagaimana rezeki manusia itu datang, yakni pertimbangan akal dan pertimbangan non akal. Pertimbangan pertama lebih bersifat rasional, sedangkan pertimbangan kedua lebih bersifat irasional. Apa maksud dari dua per timbangan tersebut?.
Dalam kenyataan rezeki bisa diukur dengan ukuran rasional. Ketika manusia bekerja; modal punya, pengalaman punya, pangsa pasar prospektif, maka secara rasional peke rjaan akan menemukan kesuksesan. Sebaliknya bila manusia bekerja tanpa adanya modal yang cukup, pengalaman nol, dan pangsa pasar tak menjanjikan, maka secara rasional pu la jenis pekerjaan tersebut tak akan meraih kesuksesan. Dalam tata kehidupan dunia banyaknya kesuksesan seeorang berbisnis ternyata ditunjang oleh modal, pengalaman dan pangsa pasar tersebut. Anda, misalnya mendirikan warung kopi di daerah pinggir kuburan; modal tak ada hingga waru ng kopi hanya berupa lesehan, tempatnya jauh dari kerama ian dan sangat sepi. Anda pun tak punya pengalaman hingga kualitas kopi yang Anda dijual jauh ketingglan dengan wa rung-warung kopi yang lain. Dalam kondisi seperti itu sec ara rasional usaha Anda tak akan berhasil. Akan lain ke nyataannya jika Anda buka warung di daerah yang ramai dan strategis. Modal cukup hingga warung dimodel sebagaimana layaknya warung. Pengalaman pun Anda punya hingga rasa ko pi tak kalah dengan yang lain, harga berani bersaing, pel ayanan baik. Dalam kondisi seperti ini secara rasional us aha Anda pasti akan berhasil. Disinilah letak rasionalisa si rezeki itu.
Akan tetapi manusia harus sadar bahwa tidak semua rezeki Tuhan itu bisa dirasionalkan. Ada seorang teman ya ng pernah bercerita tentang betapa tak mengertinya dia te ntang rezeki pembagian Tuhan. Sehari-hari teman satu ini kerjanya hanya sebagai seorang petani; dia punya lahan ga rapan tambak yang tak seberapa luas. Disamping sebagai pe tani dia juga seorang pengajar pada sebuah madrasah swas ta dan di Taman Pendidikan Al Qur’an. Hampir 80 % kegiat an sehari-harinya ia curahkan untuk perjuangan tersebut. Disebut perjuangan sebab di madrasah gaji yang dia perol eh tak lebih dari 150 ribu sebulan, sementara di TPQ dia tak dapat gaji.
Karena hampir seluruh waktu dalam sehari ia habis kan untuk mengajar, maka waktu untuk merawat dan bertani nya nyaris tak ada. Kala sore teman satu ini lebih memen tingkan mengajar Al Qur’an kepada anak-anak kecil ketimba ng memberi makanan kepada ikan-ikannya di tambak. Hanya di waktu pagi dan sore selepas ngaji dia pergi ke lapang an pekerjaannya tersebut, itupun hanya sekedar menjenguk. Selebihnya dia hanya pasrah, tawakkal dengan tetap berusa ha semampunya untuk merawat tambak. Teman satu ini begitu ihlas dalam melaksanakan perjuangan agamanya; dia yakin bahwa ketika dia ihlas memperjuangkan agama Allah dengan sibuk mengurus nasib umat sementara dia sendiri sampai tak punya waktu untuk mengurus keluarganya, maka pada sa at itulah Allah nanti yang akan mengurusi permasalahan ke luarganya. Sepenuhnya dia yakin bahwa siapapun yang mau memperjuangkan agama Allah dan siapapun yang mau bertaqwa kepada-Nya, pasti Allah akan memberinya jalan keluar bagi semua permasalahan hidup dan akan memberinya rezeki yang tak terduga. Dan nyatanya keyakinan itupun terbukti!
Walaupun lahan garapan tambaknya dioleh dan dia tur dengan apa adanya ternyata hasil panen yang dia dapat tidak kalah, bahkan melebihi dengan hasil panen tambak-tambak yang sistem perawatannya jauh lebih profesional. Sungguh, di luar dugaan teman satu ini; tambak yang tak begitu terawat yang secara akal tak akan membuahkan hasil yang maksimal ternyata malah sebaliknya. Fenomena apakah ini?
Disinilah betapa Allah telah membuktikan janji-Nya. Pada saat seorang hamba disibukkan dengan urusan-ur usan perjuangan agama hingga sampai tak punya waktu untuk memikirkan tanggungan keluarga, maka pada saat itulah Al lah nanti yang akan mengurus dan memikirkan keluarganya. Siapaun yang mau menolong agama Allah, maka pasti akan me nolongnya. Siapapun yang benar-benar mau taqwa kepada Al lah, pasti Dia akan memberikan banyak jalan kemudahan se kaligus akan memberikan limpahan rezeki melalui jalan ya ng terkadang tak rasional. Yakinlah!
D.      Sedekah Mendatangkan Rezeki Berlipat Ganda
Letak ketidak-rasionalan rezeki dapat juga dilih at dalam fenomena sedekah. Semestinya setiap harta benda yang dikeluarkan untuk apa saja akan mengurangi jumlah ha rta benda tersebut. Namun apakah hal demikian juga berla ku pada pengeluaran harta benda dalam bentuk sedekah?
Tidak! Jelas-jelas Allah menyatakan dalam salah satu firman-Nya sebagai berikut:
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jal an Allah adalah sama seperti sebutir benih ya ng menumbuhkan tujuh bulir; pada tiap-tiap se bulir tumbuh seratus biji. Allah melipat gan dakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehenda ki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Ma ha mengetahui" (QS. Al Baqarah: 261)
Sesuai dengan janji Allah sendiri, sedekah ternya ta akan menyebabkan harta benda menjadi berlipat ganda. Bukan main-main yang dijanjikan Allah terhadap pelipat gandaan tersebut, yakni 700 kali lipat! Itu artinya deng an sedekah seseorang akan memperoleh keuntungan secara ma teri yang begitu besar.
Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh rasulu llah dalam salah satu hadistnya:
"Siapapun bersedekah yang beratnya semisal ku rma dari hasil kerja yang baik, maka Allah ti dak akan menerimanya kecuali dengan kebaikan, sedekah itupun diterima-Nya di sisi kanan-Nya yang kemudian Dia kembangkan sedekah tersebut kepada pemiliknya sebagaimana orang yang meng embangkan anak kuda sampai besar sebesar sebu ah bukit.
Dalam hadist lain juga disebutkan:
"Hai sekalian manusia, bertobatlah kepada All ah sebelum kalian mati, segeralah beramal sha leh sebelum datang kesibukan, sambunglah (jal inan) antara kalian dengan Allah dengan seri ng-sering mengingat-Nya, dan bersedekahlah se banyak-banyaknya secara sembunyi-sembunyi at au terang-terangan, dengan begitu pasti kali an akan diberi rezeki, pertolongan dan kecuku pan"
Jadi jelas Allah dan rasul-Nya telah menjanjikan bahwa setiap kali harta benda yang dikeluarkan untuk se dekah pasti Allah akan menggantikannya dengan rezeki lain yang kadar jumlahnya lebih banyak. Banyaknya contoh riel dalam kehidupan nyata telah membuktikan bahwa sedekah ti dak akan pernah menyebabkan seseorang menjadi melarat, na mun sebaliknya dengan menyedekahkan sebagian hartanya (bu kan seluruhnya) malah akan bertambah. Tidak rasional, mem ang, namun begitulah kenyataannya.
Salah seorang tetangga, kebetulan sebelumnya dia tergolong orang kaya. Setelah ditinggal suaminya mati dia bertekad untuk menyedekahkan sebagian kekayaan yang dia miliki untuk keperluan agama. Kebetulan waktu itu sebuah masjid di desa dimana ia tinggal sudah nampak tua. Kepada masyarakat dia mengajukan untuk membongkar masjid terse but dan menggantinya dengan masjid yang lebih besar deng an model bangunan yang baru. Niat itupun disetujuai. Jan da kaya tersebut pun menyedekahkan sebagian hartanya unt uk pembangunan masjid yang jumlah biaya totalnya ternyata mencapai sekitar 600 juta.
Luar biasa! Uang sebanyak itu dia tanggung sendi ri. Sebelumnya wanita inipun tidak menyangka bisa menyede kahkan uangnya sebanyak itu. Dia juga tak menduga kalau dalam waktu kurang dari satu tahun bisa mengeluarkan uang yang begitu banyak. Padahal diakuinya sendiri untuk menda patkan uang 600 juta tak semuda yang dibayangkan. Namun dari mana uang itu dia peroleh?
Wallahu a’lam. Dia hanya menjalankan bisnis wari san suaminya seperti biasanya. Wanita ini hanya merasa ke tika dalam proses pembangunan masjid rezeki datang seper ti air hujan. Tak seperti biasa, rezeki seperti sangat mu dah dia peroleh; bukan saja saat proses pembangunan mas jid itu, namun jauh sesudahnya dia merasakan bahwa Allah seperti melipat gandakan jatah rezekinya!.
Tetangga satu yang baru saja dikisahkan tersebut adalah salah satu contoh dari sekian banyak kenyataan ya ng membuktikan bahwa Allah benar-benar akan membalas ora ng-orang yang mau menyedekahkan sebagian hartanya untuk jalan agama dengan balasan rezeki yang berlipat ganda. Sama sekali Allah tak mengurangi jumlah harta benda sese orang yang mau beramal. Malah sebaliknya Dia akan menjadi kan harta benda tersebut lebih banyak dari jumlah sebelum nya.
Kalau Allah sudah berjanji bahwa Dia akan memberi rezeki yang berlipat ganda terhadap hamba-hamba-Nya yang mau bersedekah, maka itu artinya Allah pun akan membinasa kan harta seorang kalau memang dalam hidup dia bakhil dan enggan mentasarufkan sebagian hartnya untuk kepentingan agama. Percayalah bahwa sedekah akan menjadikan harta ben da bertambah dalam hitungan dua kali lipat, sementara sif at bakhil dan enggan mengeluarkan amal tak akan menyebab kan harta menjadi bertambah, namun malah akan menjadi ke hancuran bagi pemiliknya.

E.       Dan Menikahlah, Mungkin Kau Akan Kaya

Dulu, ada seorang sahabat yang menetapkan diri un tuk tidak menikah. Masalah ekonomi adalah merupakan alas an utama mengapa dia ingin hidup membujang. Dan untuk me ngisi hari-harinya, selalu dia mengisinya untuk berkhit mat kepada nabi; tiap hari dia berada di rumah beliau de ngan harapan bisa meladeni segala keperluan utusan Allah tersebut.
Nabi melihat bahwa sahabat satu ini sudah layak untuk menikah. Maka, di suatu saat nabi bertanya kepada nya, "Mengapa kamu tidak menikah?".
"Ya Rasulullah, aku ini seorang yang miskin, ti dak punya apa-apa. Aku dudah bertekad untuk mengabdikan diri kepadamu," jawabnya.
Nabi hanya diam. Namun pada kesempatan lain nabi mencoba untuk menanyainya lagi. Dan sama dengan jawaban yang pertama, sahabat itupun menjawab bahwa dia tidak mau menikah sebab alasan ekonomi. Sepenuhnya dia menyadari ba hwa dia tak berpunya. Apa yang bisa dia gunakan untuk me nikah? Apa yang bisa dia gunakan untuk membiayai kehidu pan anak istrinya kelak?.
Begitulah waktu berjalan terus. Dalam hati saha bat satu ini mulai berfikir dan bergumam sendiri dalam ha ti, "Demi Allah, nabi pasti tahu apa yang baik untukku da lam kehidupan di dunia dan di akhirat. Nabi pun pasti ta hu apa yang bisa mendekatkan aku kepada Allah. Jika nanti nabi bertanya lagi kepadaku tentang masalah nikah ini un tuk yang ketiga kalinya, aku pasti akan segera beris tri!".
Benar dugaan sahabat ini. suatu hari nabi ternya ta bertanya lagi kepadanya untuk yang ketiga kali. "Menga pa kamu tidak beristri?" tanya nabi.
Tanpa pikir panjang sahabat ini langsung menjaw ab, "Nikahkanlah aku, wahai nabi!"
Mendengar kesediaan itu nabi kontan nabi langsung menyuruh sahabat tersebut untuk mendatangi salah satu ke luarga untuk meminang. "Datanglah kepada keluarga si ful an. Katakan kepadanya bahwa nabi menyuruh kalian untuk me nikahkan aku dengan anak perempuan kalian"
Untuk beberapa saat sahabat tadi tertegun, "Ya Ra sulullah, aku tak punya apa-apa!" katanya meyakinkan nabi bahwa untuk saat itu dia tak akan sanggup membiayai perka winannya. Mendengar pengakuan itu nabi tak tinggal diam. Beliau segera memerintahkan kepada para sahabat lain un tuk mengumpulkan setail emas sebagai mas kawin. Setelah terkumpul, maka terlaksalah pernikahan itu. Untuk biaya walimah para sahabat gotong royong mendapatkan seekor kam bing jantan.
Demikian fakta sejarah yang pernah terjadi di ma sa nabi; karena miskin dan takut miskin seseorng enggan untuk melakukan pernikahan. Dan kekhuatiran seperti itu kini ternyata banyak terjadi. Banyak orang merasa takut menikah karena alasan ekonomi. Para perjaka pun biasanya mempunyai kekhuatiran yang berlebihan; apakah mereka akan mampu mencukupi kebutuhan anak dan istrinya kelak jika me reka membina keluarga.
Alasan enggan menikah karena masalah ekonomi mema ng bisa diterima akal; bila saat sendiri saja belum bisa membiayai kebutuhannya sendiri, maka bagaimana mungkin na nti bisa membiayai hidup istri dan anak-anaknya? Apalagi bagi mereka yang belum punya pekerjaan tetap, dan atau su dah punya pekerjaan namun gajinya pas-pasan. Tentu kondi si seperti itu akan memunculkan kekhuatiran yang berlebi han hingga perasaan tersebut menjadi rasa takut yang ter kadang tak beralasan.
Dalam hal ini ada baiknya kita simak kembali se buah ayat Al Qur’an yang secara tegas menyerukan kepada manusia untuk menikah dengan tanpa mempertimbangkan masa lah kemampuan ekonomi:
"Dan kawinlah orang-orang yang sendirian dian tara kamu, dan orang-orang yang layak (berka win) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba sahayamu yang perempuan; jika mere ka miskin Allah pasti akan memampukan (menja dikan kaya) mereka dengan karunia-Nya. Dan Al lah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Menge tahui" (QS.An Nur: 32)
Secara tegas Allah menyatakan dalam ayat itu bah wa Dia akan mencukupi kebutuhan seseorang yang mau meni kah, walaupun sebelumnya kondisi ekonominya miskin. Dari ayat diatas, seakan-akan Allah memerintahkan kepada umat Muhammad; menikahlah jangan kau khuatirkan apakah kelak setelah menikah kau bisa mencukupi kebutuhan hidup keluar ga atau tidak. Selagi kau mau usaha, pasti Allah akan men cukupi kehidupanmu!
Ini adalah janji Allah, dan Dia sama sekali tak pernah mengingkari janji-Nya. Dalam ayat yang lain Allah pun menjanjikan hal yang sama:
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu kare na takut miskin. Kami (Allah) yang akan membe ri rezeki mereka dan juga kepadamu. Sesungguh nya membunuh mereka adalah suatu dosa yang be sar" (QS. Al Isra’: 31)
Jadi Allah sendiri telah berjanji akan menjamin ekonomi kita sekaligus anak-anak yang kita lahirkan. Kal au Allah sudah berjanji seperti itu mengapa kita mesti ta kut?! Kita harus menanamkan keyakinan penuh bahwa Allah pasti akan menolong hamba-hamba-Nya yang mau menikah. Ja di jangan sekali-kali merasa takut menikah karena alasan ekonomi. Kekhuatiran sebelum menikah memang wajar, namun jangan sampai kekhuatiran itu menjadi ketakutan yang tak beralasan.
Bila dilihat dari realitas kehidupan nyata, ada banyak contoh kasus betapa setelah seseorang menikah ter nyata tingkat ekonominya bisa lebih mapan ketimbang sebe lumnya. Janji Allah dalam hal ini bisa dilewatkan dalam beberapa hal; setelah seseorang menikah biasanya alur pi kiran dan tingkat kedewasaannya akan muncul. Kesadaran ba hwa status diri sudah menikah adalah merupakan salah satu indikasi bahwa Allah telah memberi jalan keluar bagi or ang yang sudah berkeluarga untuk mengatasi masalah ekono minya. Dengan kesadaran yang diberikan Allah, itu adalah sebuah modal besar bagi seseorang untuk melangkah lebih jauh. Dengan kesadaran etos kerja akan lebih meningkat; kalau sebelum menikah biasanya perjaka enggan untuk ker ja, apalagi jenis kerjanya itu tidak membawa gengsi, maka setelah menikah dimana dia merasa sudah punya tanggungan mau tidak mau dia harus bekerja. Dari sini saja sudah dap at dilihat betapa orang yang sudah menikah itu lebih bany ak rezekinya dari pada orang yang belum menikah. Secara spikologis pun hal ini bisa dibaca; saat seseorang belum menikah, ia merasa tak punya tanggungan, makanya ia kerja seenaknya; punya uang syukur, tak punya pun tak apa-apa. Namun perasaan seperti ini ternyata tak terdapat dalam ke banyakan orang yang sudah menikah. Secara psikologis ora ng yang sudah berkeluarga merasa punya beban tanggung jaw ab, makanya mereka harus bekerja untuk bisa mencukupi ta nggung jawabnya. Lagi-lagi dari sini dapat disimpulkan ba hwa tingkat pengangguran lebih banyak didominasi oleh me reka yang belum menikah ketimbang yang sudah berkeluarga.
Kenyataan seperti diatas adalah merupakan tanda betapa Allah pasti akan menolong orang-orang yang sudah berkeluarga dalam hal ekonomi. Contoh yang disebutkan di atas hanya merupakan salah satu jalan yang diberikan Al lah kepada mereka yang sudah menikah. Jauh lagi dari itu, masih banyak jalan yang akan diberikan Allah untuk menolo ng orang-orang yang mau melaksanakan ibadah yang berupa nikah ini. Percayalah bahwa kalau Allah memerintahkan me nikah, itu artinya Dia tak akan pernah membiarkan hamba-hamba-Nya yang mau melaksanakan perintah itu kelaparan. Jadi, tunggu apalagi; kalau memang ingin menjadi orang ya ng yang bahagia serba berkecukupan baik secara materi mau pun immateri, megapa tidak langsung menikah?!. Percayalah bahwa dengan menikah kondisi ekonomi kita akan bisa lebih meningkat!
  1. Istighfar; Pembuka Kunci Rahasia Rezeki di Langit


Dari ayat berikut manusia diberitahu oleh Allah bahwa istghfar ternyata bisa menjadi sumber datangnya re zeki:
"Maka aku berkata kepada mereka, "Hendaklah kamu memohon ampun kepada Tuhanmu (istighf ar), sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Dia ak an menghantar kepada kamu hujan yang lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anak dan men jadikan untukmu kebun-kebun serta menjadikn pula di dalamnya untukmu sungai-sungai" (QS. Nuh: 10-12)
Dalam menafsirkan ayat diatas, Ibnu Katsir berka ta, "Jika kamu bertobat kepada Allah, kamu memohon ampun kepada-Nya, maka Allah akan memperbanyak rezeki bagimu dan memberi kamu minum dari keberkahan langit, Dia juga akan menumbuhkan bagimu tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman dari keberkahan bumi, Dia juga melimpahkan susu-susu dari binatang-binatang ternakmu, memperbanyak keturunanmu, mem perbanyak harta bendamu, menjadikan sungai-sungai bagi ka mu dan berbagai jenis buah-buahan dan di tengah-tengah ke bun-kebun itu mengalir sungai-sungai.
Memang, seperti tak ada hubungan antara rezeki dan istghfar. Dan lagi-lagi disinilah letaknya irasionli sasi masalah rezeki itu. Namun harus disadari bahwa All ah-lah pemilik karunia rezeki tersebut. Dialah yang memba gi rezeki-Nya sesuai dengan kehendak sendiri. kalau Allah sudah memberitahukan bahwa istighfar bisa menjadi sumber datangnya rezeki, maka itu artinya Allah akan benar-benar akan melimpahkan karunia rezeki kepada orang-orang yang senantiasa memohon ampun kepada-Nya. Yang menjadi persoal an sekarang adalah apakah hanya cukup dengan mengucapkan kalimah istighfar pintu rezeki langit akan terbuka?
Istighfar sesungguhnya bukan saja terdengar dari mulut, namun lebih jauh dari itu istighfar adalah suara hati yang benar-benar merasa bersalah kepada Allah hingga perasaan tersebut melahirkan penyesalan. Rasa inilah yang selanjutnya menumbuhkan sikap untuk memohon pengampunan. Istighfar dalam pengertian ini dapat juga dikatakan seba gai tobat. Jadi, baru bisa dikatakan sebagai orang yang beristighfar jika ia bukan saja mengucapkan kalimah-kali mah penyesalan dalam mulut, namun juga disertai dengan je ritan hati yang benar-benar mengharapkan pengampunan dari Allah. Istighfar seperti inilah yang banar-benar sanggup membuka pintu rahasia langit hingga rezeki itu bisa data ng dari banyak jalan yang terkadang manusia tak mengeta huinya.
Dalam kaitannya dengan ini nabi juga pernah ber sbda:
"Barang siapa yang banyak beristighfar, Allah akan melepaskan segala kesulitannya, menjadi kan jalan keluar bagi kesempitannya dan menga runiainya rezeki dari sumber-sumber yang tid ak diketahui"
Berpijak dari keterangan Al Qur’an maupun hadist sebagaimana diatas, maka siapapun yang ingin dianugerahi kelancaran rezeki, wajib baginya memperbanyak mengucapkan istighfar. Wallahu a’lam!